Pemekaran Propinsi Kalimantan Barat
PONTIANAK- Menguatnya gerakan pemekaran daerah propinsi Kalbar menjadi provinsi Kapuas Raya (PKR) dua tahun belakangan ini, menyiratkan beberapa persoalan serius ditingkat masyarakat yang bila tidak diantisipasi akan menimbulkan gejolak social politik.
Demikian hasil penelitian Pergerakan Cendekiawan Dayak (PCD) Kalbar sejak Maret-Oktober 2008, yang dipresentasikan dalam diskusi tiga bulanan PCD, Sabtu, 30 November 2008.
Sebagaimana diketahui, ada anggapan umum di Kalbar bahwa kawasan pesisir-kepulauan merupakan teritori Melayu dan Muslim dan kawasan pedalaman-perbatasan merupakan teritori Dayak dan Kristen. Dengan pemekaran daerah provinsi (Kapuas Raya, red), maka Kalbar akan tersegregasi berdasarkan teritori kelompok etnik dan agama di maksud. Ini mirip dengan gerakan pemerintah colonial, yang mengelompokan masyarakat Kalbar menjadi identitas politik; Dayak dan Melayu. Disebutkannya bahwa penumpukan kekuatan politik berdasarkan etnik dan agama di Kalbar pasca pemekaran daerah sejak 1999 tidak baik dalam konteks social politik.
"Patut diketahui, bahwa hubungan antar etnik, khususnya Melayu dan Dayak di Kalbar berada pada ambang batas. Peristiwa politik akan menjadi pemicu konflik antar kedua kelompok etnik ini, dengan pemekaran provinsi, kedua kelompok ini akan bersaing secara sangat tajam yang tentunya sangat berbahaya secara social politik" ujar Yohanes Supriyadi, peneliti PCD.
Dengan hasil riset ini, mantan tim sukses Cornelis-Sanjaya ini menyarankan kepada elit politik local, agar memiliki kepekaan social politik.
"Para elit juga harus membaca bahwa tren persaingan antar kelompok etnik dan agama sedang terjadi ketika pemilihan kepala daerah secara langsung pada daerah hasil pemekaran kabupaten/kota di Kalbar selama ini, yang seringkali menyebabkan ketegangan antar kelompok" ujar mahasiswa program Magister Ilmu Sosial Program Studi Ilmu Politik Universitas Tanjungpura ini.
Selain, mengingatkan para elit politik local, pria yang akrab dipanggil Lancui ini juga mengingatkan masyarakat bahwa pemekaran provinsi di Kalbar belum saatnya dilakukan.
"Gubernur saja baru terpilih secara langsung belum genap satu tahun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikannya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat sebagaimana janji kampanyenya, dengan empat pendekatan strategisnya; pedalaman, pesisir, kepulauan dan perbatasan. Jadi, berikanlah beliau kesempatan untuk merealisasikannya" ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, alangkah baiknya kalau masyarakat di lima kabupaten tersebut melakukan gerakan pemekaran kabupaten, misalnya Kabupaten Sentarum di Kapuas Hulu, Kabupaten Tayan atau Sekayam di Sanggau, Kabupaten Sambas Pesisir di Sambas, Kabupaten Simpang di Ketapang atau Kabupaten Landak Utara di Landak.
"Ini relative sesuai dengan esensi otonomi daerah yang ditekankan pada kabupaten/kota," lanjutnya.
Oleh karena itu, kepala daerah di lima kabupaten yang akan melakukan pemekaran provinsi alangkah baiknya melakukan upaya-upaya terbaik untuk mensejahterakan rakyatnya melalui program-program pembangunan masyarakat, bukan dengan mengembangkan wacana pemekaran provinsi saja, ujar aktivis social ini seraya mengatakan bahwa mungkin, para pemimpin sekarang ini telah beralih orientasi dari orientasi peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi orientasi kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. (wan)
You can leave a response, or trackback from your own site.

0 Response to "Yohanes Supriyadi: Kalbar Tersegregasi Berdasarkan Kelompok Etnik"


Powered by www.tvone.co.id