GRTT Ada Aturannya
NGABANG - Aktifitas Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang membutuhkan hamparan lahan cukup besar untuk lahan perkebunan, sudah di pastikan akan melibatkan banyak lahan milik masyarakat. Sehingga untuk melakukan pembebasan lahan tersebut memang terkadang akan menuai beberapa permasalahan yang pasti akan terjadi antara masyarakat di salah satu daerah dengan pihak investor.
Plt Kadis Bunhut Kabupaten, Vinsensius,S.Sos.MMa, kepada Kapuas Post belum lama ini di sela-sela kegiatan ekspos PT. Hilton Duta Lestari (HDL) di Aula Bappeda Kabupaten Landak menyebutkan, semestinya pihak investor dalam rangka melakukan pembebasan lahan milik masyarakat harus mengikuti aturan yang sudah di tetapkan.
"Yang kita harapkan adalah semua investor dalam melakukan pembayaran GRTT (Ganti Rugi Tanam Tumbuh) itu harus mengikuti anturan yang ada dan sudah menjadi ketetapan," ujarnya.
Hanya saja tegasnya, yang perlu di ingat oleh masyarakat adalah, GRTT bukan harga pembelian tanah tetapi hanya merupakan ganti rugi terhadap tanaman maupun Uang jasa yang di bayar oleh pihak perusahaan kepada masyarakat. Namun hal tersebut, pembayaran untuk lahan produktif dan non produktif tentu saja ada perbedaan tetapi lahan masyarakat walaupun hanya berupa semak blukar tanpa ada tanaman yang bearti itu tetap kan di bayar hanya sesuai dengan ketentuan.
"Apapun sipatnya kalau lahan milik masyarakat apakah itu lahan yang produktif maupun produktif tetap harus di GRTTkan, ini di lakukan adalah merupakan balas jasa kepada masyarakat yang sudah memelihara hutan ini tapi perlu di ingat ini bukan di beli, kalau di beli tetap menggunakan per meter," paparnya.
Hanya antara lahan masyarakat yang memiliki tanaman seperti karet atau tanaman lainnya dengan lahan yang hanya berupa semak belukar tentu akan ada perbedaannya.
Hal ini di lakukan adalah semata - mata selain menghargai jasa masyarakat terhadap lahannya yang selama ini selalu di pergunakan, apakah untuk ladang maupun kegiatan lainnya.
"Kalau masyarakat kitakan khususnya masyarakat adat memang aktivitas ladang berpindah ini merupakan tradisi yang da sudah sejak turun temurun, dan ini tidak bisa di katakan ilegal atau bagaimana karena aktifitas ini tidak memang sudah sejak nenek moyang sudah ada," ujarnya.
Lagi pula kegiatan ladang berpindah yang di lakukan oleh masyarakat ini hanya di lakukan selama satu tahun sedangkan untuk lahun selanjutnya akan berpindah ke tempat lain.
Selain itu katanya, kegiatan ini juga merupakan kegiatan peremajaan hutan, karena setelah kegiatan ladang masyarakat sudah tidak di lakukan dalam waktu yang singkat maka keberadaan hutan ini kembali tumbuh dengan subur dan kembali menjadi hutan yang baik.
Lebih juah dia mengungkapkan, mengenai GRTT yang seharusnya tetap di bayar oleh pihak perusahaan kepada masyarakat memang sudah semestinya di lakukan sesuai dengan ketentuan yang ada. Kendati hal ini juga demi kepentingan pihak perusahaan maupun mengindari hal-hal yang tidak di inginkan. Permasalahan yang sangat sering terjadi ini selalu gara-gara pembayaran ganti rugi sehingga masyarakat yang ada di daerah kawasan yang menjadi sasaran pembangunan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan tersebut menjadi enggan untuk menyerahkan lahannya kepada masyarakat yang pada akhirnya akan mempersulit perusahaan ini mendapatkan lahan.
"Saya yakin kalau semua ini kita lakukan dengan benar sesuai dengan aturan yang ada maka semua kegiatan yang akan kita laksanakan akan dapat berjalan baik dan tidak akan menuai permasalahan dan ini hanya semata-mata demi kelancaran aktifitas yang kita lakukan," pintanya. (wan)
NGABANG - Aktifitas Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang membutuhkan hamparan lahan cukup besar untuk lahan perkebunan, sudah di pastikan akan melibatkan banyak lahan milik masyarakat. Sehingga untuk melakukan pembebasan lahan tersebut memang terkadang akan menuai beberapa permasalahan yang pasti akan terjadi antara masyarakat di salah satu daerah dengan pihak investor.
Plt Kadis Bunhut Kabupaten, Vinsensius,S.Sos.MMa, kepada Kapuas Post belum lama ini di sela-sela kegiatan ekspos PT. Hilton Duta Lestari (HDL) di Aula Bappeda Kabupaten Landak menyebutkan, semestinya pihak investor dalam rangka melakukan pembebasan lahan milik masyarakat harus mengikuti aturan yang sudah di tetapkan.
"Yang kita harapkan adalah semua investor dalam melakukan pembayaran GRTT (Ganti Rugi Tanam Tumbuh) itu harus mengikuti anturan yang ada dan sudah menjadi ketetapan," ujarnya.
Hanya saja tegasnya, yang perlu di ingat oleh masyarakat adalah, GRTT bukan harga pembelian tanah tetapi hanya merupakan ganti rugi terhadap tanaman maupun Uang jasa yang di bayar oleh pihak perusahaan kepada masyarakat. Namun hal tersebut, pembayaran untuk lahan produktif dan non produktif tentu saja ada perbedaan tetapi lahan masyarakat walaupun hanya berupa semak blukar tanpa ada tanaman yang bearti itu tetap kan di bayar hanya sesuai dengan ketentuan.
"Apapun sipatnya kalau lahan milik masyarakat apakah itu lahan yang produktif maupun produktif tetap harus di GRTTkan, ini di lakukan adalah merupakan balas jasa kepada masyarakat yang sudah memelihara hutan ini tapi perlu di ingat ini bukan di beli, kalau di beli tetap menggunakan per meter," paparnya.
Hanya antara lahan masyarakat yang memiliki tanaman seperti karet atau tanaman lainnya dengan lahan yang hanya berupa semak belukar tentu akan ada perbedaannya.
Hal ini di lakukan adalah semata - mata selain menghargai jasa masyarakat terhadap lahannya yang selama ini selalu di pergunakan, apakah untuk ladang maupun kegiatan lainnya.
"Kalau masyarakat kitakan khususnya masyarakat adat memang aktivitas ladang berpindah ini merupakan tradisi yang da sudah sejak turun temurun, dan ini tidak bisa di katakan ilegal atau bagaimana karena aktifitas ini tidak memang sudah sejak nenek moyang sudah ada," ujarnya.
Lagi pula kegiatan ladang berpindah yang di lakukan oleh masyarakat ini hanya di lakukan selama satu tahun sedangkan untuk lahun selanjutnya akan berpindah ke tempat lain.
Selain itu katanya, kegiatan ini juga merupakan kegiatan peremajaan hutan, karena setelah kegiatan ladang masyarakat sudah tidak di lakukan dalam waktu yang singkat maka keberadaan hutan ini kembali tumbuh dengan subur dan kembali menjadi hutan yang baik.
Lebih juah dia mengungkapkan, mengenai GRTT yang seharusnya tetap di bayar oleh pihak perusahaan kepada masyarakat memang sudah semestinya di lakukan sesuai dengan ketentuan yang ada. Kendati hal ini juga demi kepentingan pihak perusahaan maupun mengindari hal-hal yang tidak di inginkan. Permasalahan yang sangat sering terjadi ini selalu gara-gara pembayaran ganti rugi sehingga masyarakat yang ada di daerah kawasan yang menjadi sasaran pembangunan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan tersebut menjadi enggan untuk menyerahkan lahannya kepada masyarakat yang pada akhirnya akan mempersulit perusahaan ini mendapatkan lahan.
"Saya yakin kalau semua ini kita lakukan dengan benar sesuai dengan aturan yang ada maka semua kegiatan yang akan kita laksanakan akan dapat berjalan baik dan tidak akan menuai permasalahan dan ini hanya semata-mata demi kelancaran aktifitas yang kita lakukan," pintanya. (wan)
0 Response to "Hindari Kesalah Pahaman Dengan Masyarakat"